Loading

Ketik untuk mencari

Opini

Akankah Pengadilan atas Trump Seret AS ke Krisis Baru?

Akankah Pengadilan atas Trump Seret AS ke Krisis Baru?

POROS PERLAWANAN – Para jaksa New York, yang menyelidiki kasus suap Donald Trump kepada bintang film dewasa, menyatakan bahwa mereka tidak takut kepada siapa pun dan apa pun. Beberapa jam setelahnya, Trump memperingatkan akan “kematian dan kehancuran” jika ia dinyatakan bersalah dalam kasus tersebut.

Dilansir al-Alam, Trump melalui medsos buatannya, Truth Social, meminta para pendukungnya untuk menentang rencana pengadilan terhadapnya. Ia juga memerintahkan mereka untuk bersiap jika ia ditangkap.

Dalam unggahannya, Trump menjelek-jelekkan Jaksa Manhattan, Alvin Bragg yang telah menuntutnya dalam kasus ini. Ia menulis, ”Jaksa Umum Manhattan, Alvin Bragg adalah bahaya bagi negara kita. Dia harus segera disingkirkan. Begitu pula radikal gila, Jack Smith (Penasihat Kementerian Kehakiman AS) yang telah menyakiti dan mengintimidasi orang-orang tak berdosa, juga Letitia James yang merupakan Jaksa terburuk di seluruh AS, dan Jaksa Agung Atlanta, Fani Willis. Mereka semua berusaha merancang konspirasi untuk menghancurkan AS.”

Pernyataan vulgar ini diutarakan seseorang yang pernah memimpin sebuah negara yang diklaim sebagai “negara adidaya dan paling demokratis sedunia”. Trump secara terang-terangan menyeru para pendukungnya untuk membakar negara, menebar kematian, dan melakukan perusakan. Dia juga menghasut mereka untuk meneror para pejabat yang sekadar melakukan tugas mereka dan menyelidiki kasus finansial dan asusilanya.

Trump mengeklaim bahwa kasus uang suapnya untuk Stormy Daniels adalah “sebuah tuduhan palsu”. Dia menuding siapa pun yang melayangkan tuduhan tersebut kepadanya sebagai “orang pengacau dan sakit jiwa yang membenci AS”.

Padahal, pengacara pribadi Trump, Michael Cohen di hadapan dewan juri di New York mengaku bahwa Trump pada November 2016 telah memberikan uang tutup mulut senilai 130 ribu Dolar kepada Daniels. Hal ini dilakukan Trump pada 2 pekan sebelum berlangsungnya Pilpres yang dimenangkannya saat melawan Hillary Clinton.

Otoritas AS menganggap serius ancaman Trump, sebab ia memiliki pendukung radikal yang siap melaksanakan perintahnya tanpa berpikir. Seperti yang terjadi pada 6 Januari 2021 ketika Trump mengeklaim ia dikalahkan Joe Biden dalam Pilpres 2020 lantaran dicurangi, para pendukungnya berkumpul di depan gedung Kongres AS dan menyerbu masuk. Bentrokan saat itu menewaskan sejumlah aparat keamanan.

Dalam kondisi semacam ini, jika Selasa nanti Trump dinyatakan bersalah, AS akan menghadapi krisis baru yang barangkali lebih besar dari krisis serangan ke Kongres.

Demokrasi ala AS sudah terbukti ringkih dalam menindak orang-orang seperti Trump. Sementara di lain pihak, ada jutaan orang AS yang siap melakukan segalanya demi idola sinting mereka.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *