Dianggap Batu Sandungan dan Penghalang Utama Rencana Jahat Amerika, al-Hashd al-Shaabi Jadi Target Proyek Fitnah Massif dan Terencana
POROS PERLAWANAN – Dalam beberapa pekan terakhir, upaya-upaya untuk menyudutkan al-Hashd al-Shaabi kian massif daripada sebelumnya. Senjata baru dalam serangan terorganisasi ini adalah klaim bahwa jumlah sebenarnya anggota al-Hashd al-Shaabi hanya “sepertiga dari jumlah yang dipublikasikan.”
Jika kita mencermati metode pendiskreditan al-Hashd al-Shaabi dan waktu yang dipilih untuk serangan-serangan tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa ini sebuah proyek terorganisasi dan terencana.
Di saat al-Hashd al-Shaabi sedang bersusah-payah melindungi Irak dari ISIS, para perancang serangan-serangan ini, sadar atau tidak, sebenarnya sedang menjalankan misi AS di lapangan.
Seiring terungkapnya rencana-rencana baru AS untuk Irak, kemudian upaya Washington untuk membatasi ruang gerak al-Hashd al-Shaabi di tahap awal dan membubarkannya di tahap berikut, tidak ada lagi keraguan bahwa rencana-rencana jahat ini telah memasuki tahap eksekusi.
Sebelum ini, AS dan anteknya telah gagal memosisikan al-Hashd al-Shaabi sebagai lawan rakyat dan pengunjuk rasa dalam gelombang unjuk rasa di Irak beberapa waktu lalu.
Juga ada upaya-upaya untuk memecah belah al-Hashd al-Shaabi, dengan membagi-baginya pada dua kelompok pro-ulama (marji’) dan selainnya. Meski di tahap awal, upaya ini tampak berhasil, namun gagal memenuhi keinginan Gedung Putih.
Sepertinya, kegagalan upaya pecah belah ini membuat AS berpikir untuk mengadu untung dengan melancarkan skenario-skenario lain.
Dalam serangan terbaru, ada tudingan bahwa jumlah anggota al-Hashd al-Shaabi hanya 48 ribu orang, bukan 130 ribu orang. Klaim ini dibumbui dengan tuduhan bahwa para petinggi al-Hashd al-Shaabi menggelembungkan jumlah anggotanya demi memperoleh anggaran lebih besar dan membagi-baginya di antara mereka.
Para pembuat skenario berusaha keras agar rakyat Irak memercayai isu ini, padahal bangsa Irak tak hanya belum melupakan jasa al-Hashd al-Shaabi dalam membebaskan Mosul, melainkan hari-hari ini mereka juga menggantungkan harapan kepada kelompok ini untuk membasmi ISIS.
Al-Hashd al-Shaabi juga difitnah sibuk berperang di Suriah, bukan di Irak, padahal telah “mencaplok” anggaran negara Irak. Mencermati fitnah murahan semacam ini bisa menjelaskan negara dan pihak mana yang telah menyebarkannya, juga target-target yang ingin dicapai oleh mereka.
Pada hakikatnya, al-Hashd al-Shaabi adalah penghalang utama keberlanjutan eksistensi AS di Irak. Jelas bahwa gelombang fitnah terhadap kelompok ini bertujuan agar AS bisa meraih banyak keuntungan dalam “perundingan strategis” dengan Pemerintah Irak nanti.
Saat ini, al-Hashd al-Shaabi bisa diibaratkan sebagai “tulang yang tersangkut di tenggorokan AS.”