Loading

Ketik untuk mencari

Opini

Justifikasi Palsu Normalisasi Hubungan UEA-Israel Hancurkan Norma Perlawanan Palestina

Justifikasi Palsu Normalisasi Hubungan UEA-Israel Hancurkan Norma Perlawanan Palestina

POROS PERLAWANAN – Keputusan UEA untuk menormalisasi hubungan dengan Rezim Zionis bukan hal mengejutkan. Sebab, hubungan keduanya sudah terjalin sejak bertahun-tahun dan diketahui oleh publik, meski tidak diakui secara resmi.

Dilansir al-Alam, satu-satunya hal yang membuat syok adalah pemilihan waktu dan pembenaran untuk tindakan yang tidak tahu diri ini.

Dalam justifikasi tak tahu malunya, Abu Dhabi menghubungkan normalisasi ini dengan upaya Benyamin Netanyahu untuk mencaplok Tepi Barat. UEA mengklaim, pihaknya “terpaksa” menormalisasi hubungan demi “mencegah aneksasi tanah Palestina oleh Israel”.

UEA berlagak siap mengorbankan citranya demi norma Arab dan Palestina. Namun tak lama berselang, Tel Aviv membongkar kedok Abu Dhabi dan menegaskan bahwa rencana aneksasi tetap dijalankan.

Pada hakikatnya, capaian terbesar dari transaksi ini adalah, Netanyahu bisa membuktikan kepada orang-orang Zionis bahwa Arab bisa diajak menjalin kesepakatan, kendati ada isu Palestina. Bahkan, jika Palestina diinjak-injak sekalipun, Arab masih bisa diajak berkompromi.

Terkait pemilihan waktu tindakan ini, bisa dikatakan bahwa instruksi normalisasi berasal dari Washington. Dalam rentang waktu ini, Washington memburu dua target:

Pertama, mempersembahkan kado Pemilu kepada Netanyahu, di saat dia sedang berada di masa-masa terburuk kariernya. Dari satu sisi, dia menghadapi para pengunjuk rasa yang menuntutnya untuk mengundurkan diri. Di sisi lain, dia berkutat dengan dakwaan kasus korupsi.

Namun, dengan adanya hadiah dari UEA ini, ia bisa ikut dalam Pemilu Israel sebagai “satu-satunya orang yang bisa menundukkan Arab tanpa mengeluarkan modal sedikit pun”.

Kedua, terkait dengan Trump, situasi kampanyenya juga tidak lebih baik dari Netanyahu, apalagi Pilpres AS akan berlangsung kurang dari tiga bulan lagi. Namun, di tengah semua kehancuran akibat kegagalan domestik dan mancanegaranya, Trump meraih sebuah “kesuksesan tiada tara”, yang bisa ia gunakan untuk menarik suara para pemilih Yahudi AS.

Tampaknya, Bin Zayed mengemban sejumlah misi sekaligus. Misi pertama adalah menghancurkan norma Palestina untuk selamanya, sehingga orang-orang Arab tak lagi punya dalih untuk melawan Zionis atau motif untuk bersatu.

Tahap pasca penghancuran norma Palestina akan lebih mudah. Sebab dalam tahap ini, negara-negara yang membela norma Palestina, termasuk Iran, akan berada dalam “bidikan sekutu baru Rezim Zionis”.

Sepertinya Bin Zayed tidak sadar, bahwa Israel sudah kerepotan menghadapi dua Poros Perlawanan (Hizbullah dan pejuang Palestina). Jadi apakah Israel juga sanggup menghadapi Iran? Bahkan para pemikir Israel pun enggan mengiyakannya.

Saat ini, para petinggi Palestina mesti memperkuat norma Palestina dari dalam, serta menguatkan persatuan untuk melakukan perlawanan. Selain itu, mereka juga harus mulai membentuk aliansi regional demi memperkuat norma Palestina, serta mengembalikannya sebagai isu utama Dunia Arab, Islam, bahkan Dunia.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *