Nasib Tragis ‘Mekanisme Pelatuk’ yang Tak Bisa Ditarik Trump untuk Membidik Iran
POROS PERLAWANAN – Dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada Jumat lalu, AS hanya mampu mendapat suara positif dari negara mini Republik Dominika dalam upayanya memperpanjang embargo senjata atas Iran.
Pasca kekalahan memalukan ini, Wakil AS di PBB, Kelly Craft mengaku negaranya tidak akan berhenti untuk memperpanjang embargo tersebut.
Dilansir al-Alam, apa yang terjadi di sidang tersebut merupakan kegagalan akumulasi dari upaya berbulan-bulan dan tanpa henti AS untuk melawan Iran; upaya-upaya yang dimulai dengan menggalang dukungan internasional, terutama regional, oleh Brian Hook.
Upaya penggalangan dukungan ini terus dilakukan di perkumpulan-perkumpulan internasional secara massif, bahkan hingga detik-detik terakhir menjelang pemungutan suara. Saking ngototnya, AS bahkan merekrut sejumlah organisasi internasional, termasuk pribadi Sekjen PBB, untuk membuat “sebuah dokumen anti-Iran di bidang persenjataan”.
Bagi AS, perpanjangan embargo senjata Iran sangat urgen dan vital, sampai-sampai Washington memaksakan diri untuk mengubah draf resolusi usulannya tersebut di beberapa hari terakhir. Tujuannya adalah untuk memperbesar peluang mendapatkan suara mufakat di sidang. Ini juga menunjukkan, bahwa ternyata kebijakan-kebijakan luar negeri Donald Trump nyaris tidak berarti sesuatu untuk melawan Iran.
Peristiwa pada hari Jumat menunjukkan, pihak-pihak Eropa dalam kesepakatan nuklir (JCPOA) masih bersikeras untuk mempertahankannya agar tetap tegak, meski hanya dalam rupa tengkorak tanpa nyawa.
Wajar jika Republik Dominika mendukung AS, sebab pemerintahan negara kecil ini dibuat oleh AS dan berhutang kepada Washington. Terkait sikap abstain negara-negara Eropa, sejumlah pihak meyakini bahwa tiga negara di Dewan Keamanan terpaksa melakukannya. Sebab, selain yakin bahwa Rusia dan China akan menolak, mereka bersikeras untuk tetap menjaga agar “persatuan Barat dalam JCPOA tidak terlihat semakin ringkih”.
Sesuai aturan, karena telah keluar dari JCPOA pada tahun 2018 lalu, maka AS tidak bisa menggunakan “Mekanisme Pelatuk”, yang dirancang di JCPOA untuk mengaktifkan kembali semua sanksi atas Iran.
Meski demikian, tampaknya Pemerintahan Trump akan tetap mencoba peruntungannya dalam hal ini. Terlebih menjelang berlangsungnya Pilpres pada November mendatang.
Di tengah kekalahan telak AS di sidang Jumat lalu, dan kemungkinan penggunaan “Mekanisme Pelatuk” oleh Washington, Rusia bicara soal sebuah tawaran yang akan disampaikannya kepada para anggota JCPOA.
Apakah tawaran ini untuk menebus kegagalan Trump di sidang Dewan Keamanan? Ataukah serupa napas buatan untuk JCPOA, berupa pelonggaran sebagian sanksi? Ataukah tawaran ini dalam bentuk pencairan aset-aset Iran sebagai imbalan agar Teheran bersedia mengalah terkait hak-hak sahnya?
Jawabannya masih harus dinantikan. Namun yang pasti, dalam kondisi sekarang, sangat sulit untuk meraih kepercayaan dari Iran yang sudah terluka karena berulang kali dikhianati.