Loading

Ketik untuk mencari

Lebanon

KIsah Syahid Soleimani, Sayyid Nasrallah dan Syahid Mughniyah Selamat dari Kejaran Drone Israel

Narasi Selamatnya Syahid Soleimani, Sayyid Nasrallah dan Syahid Mughniyah dari Kejaran Drone Israel

POROS PERLAWANAN– Dilansir Fars, Israel dalam Perang 33 Hari di tahun 2006 membombardir sejumlah besar titik di Dhahiyah, yang merupakan kawasan Syiah di selatan Beirut. Gempuran massif ini dilakukan karena Israel menduga Sekjen Hizbullah berada di titik-titik tersebut. Meski demikian, Israel tidak bisa menemukan satu pun jejak Sayyid Hasan Nasrallah.

Sayyid Nasrallah saat itu ditemani oleh Syahid Qassem Soleimani dan Komandan Hizbullah dalam Perang 33 Hari, yaitu Syahid Imad Mughniyah.

Syahid Soleimani dalam salah satu wawancaranya mengisahkan cerita pengejaran drone-drone Israel terhadap Sayyid Nasrallah. Berikut adalah narasi yang ia sampaikan dalam wawancara tersebut:

“Hizbullah memiliki sebuah ruang operasi di jantung Dhahiyah. Secara keseluruhan, gedung-gedung di sekitarnya selalu menjadi target serangan (Israel).

“Ruang operasi ini tidak terletak di bawah tanah, tapi sebuah ruang biasa. Hanya saja telah dilengkapi dengan perangkat komunikasi dan semacamnya.

“Suatu malam pukul 11, kami bersama hampir semua staf manajemen perang di ruang tersebut. Setelah Israel menghancurkan gedung-gedung di sekitar kami, saya merasa bahwa Sayyid (Nasrallah) terancam bahaya serius.

“Drone-drone (Heron) Mk dalam kelompok tiga-tiga terus beterbangan di langit Dhahiyah. Drone-drone ini mengontrol semua pergerakan secara teliti. Dhahiyah, yang merupakan markas utama Hizbullah, pada pukul 12 malam sangat sunyi senyap seolah tak seorang pun tinggal di situ.

“Saya memutuskan untuk mengevakuasi Sayyid. Maksudnya bukan mengevakuasi beliau keluar dari Dhahiyah, tapi memindahkannya dari satu bangunan ke bangunan lain. Satu bangunan dengan bangunan lain tidak berjarak jauh. Meski begitu, awalnya Sayyid menolak keras untuk keluar dari ruang operasi.

“Saat kami pindah tempat, serangan lain Israel menyasar gedung tersebut. Kami pun menunggu, sebab di situ kami memiliki jalur komunikasi aman. Komunikasi Sayyid dengan Imad tidak boleh terputus. Serangan lain terjadi lagi dan menyasar jembatan di dekat gedung. Ada firasat akan ada serangan ketiga yang menargetkan gedung tempat kami berada. Saat itu hanya kami bertiga, yaitu saya, Sayyid, dan Imad, yang berada di dalamnya.

“Sebab itu, kami memutuskan untuk pergi ke gedung lain. Saat kami bertiga keluar dari gedung, kami tak punya kendaraan sama sekali. Dhahiyah sangat gelap dan sunyi. Yang terdengar hanya suara pesawat-pesawat Israel di atas Dhahiyah.

“Imad lalu menyuruh saya dan Sayyid untuk duduk di bawah sebuah pohon agar terlindung dari pelacakan drone-drone. Meski begitu, pohon itu tidak bisa menyembunyikan kami, sebab kamera Mk mampu membedakan suhu panas badan manusia dari selainnya. Sebab itu, pohon itu tidak bisa dijadikan tempat berlindung. Informasi kamera Mk langsung dikirim ke ruang operasi di Tel Aviv.

“Namun kami tetap duduk di situ. Saya lalu teringat kisah Muslim (bin Aqil) saat melihat Sayyid, karena tempat itu adalah miliknya. Imad lalu bergegas pergi dan menemukan sebuah mobil. Ia kembali hanya setelah beberapa menit. Mk terus terbang di atas kepala kami. Ketika mobil tiba, Mk terkonsentrasi pada mobil tersebut. Semua orang di ruang operasi Tel Aviv bisa melihat adegan-adegan saat itu.

“Cukup lama waktu berlalu sampai kami berpindah dari satu rubanah ke rubanah lainnya, juga dari kendaraan ke tempat lain, yang saat ini tidak bisa saya jelaskan. Kami berhasil mengelabui musuh. Kurang lebih pukul 2 malam kami kembali ke ruang operasi.”

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *