Loading

Ketik untuk mencari

Opini

Klaim Dusta dan Ancaman Bodoh Trump: Iran Harus Berunding dengan Saya sebelum Pilpres!

Klaim Dusta dan Ancaman Bodoh Trump: Iran Harus Berunding dengan Saya sebelum Pilpres!

POROS PERLAWANAN – Donald Trump dalam kampanyenya di Florida mengklaim, Iran ingin berunding dan menjalin kesepakatan dengan AS. Presiden AS mengaku akan bersabar hingga 3 November. Namun setelah Pilpres, ia akan membuat kondisi perundingan “lebih sulit”.

Dilansir al-Alam, berbohong sudah menjadi sifat menonjol Trump. Dalam sebuah riset, media-media AS mengungkap bahwa Trump sudah mengobral dusta lebih dari 20 ribu kali sejak ia memasuki Gedung Putih. Ketika dia tak sungkan berbohong dalam hal-hal transparan seperti kerugian jiwa dan materi akibat Corona, tentu dia lebih mudah berdusta terkait isu-isu internasional yang lebih pelik, semisal isu Iran.

Dunia tahu bahwa Iran berkali-kali menyatakan penentangan terhadap perundingan dengan AS. Para pejabat Iran, tanpa terkecuali, menolak untuk bernegosiasi dengan Trump, menyusul keluarnya AS dari JCPOA. Orang ini telah membuktikan ucapannya tidak bisa dipercaya.

Bahkan kebodohan Trump pun membuat para sekutu lamanya tercengang. Suatu kali ia berkata bahwa Iran mesti memenuhi 12 syarat sebelum berunding dengan Iran. Kali lain, ia mengaku siap berunding tanpa prasyarat apa pun.

Di waktu lain, ia mengklaim telah memberikan nomor teleponnya kepada Kedubes Swiss di Teheran dan menantikan kontak Iran dengannya. Ia juga pernah berkoar bahwa dua pekan setelah kemenangan di Pilpres, ia akan berunding langsung dengan Iran.

Yang terbaru, ia mengklaim bahwa Iran menantikan negosiasi dengannya, tapi ia menundanya sampai setelah Pllpres. Setelah Pilpres selesai, ia akan mempersulit syarat-syarat negosiasi.

Jelas bahwa ini adalah ancaman bodoh. Tampaknya Trump tidak bisa memilah-milah persoalan lantaran situasi sulitnya menjelang Pilpres. Dia menyangka, usai sukses mendorong para penguasa Arab menormalisasi hubungan dengan Israel dan “meningkatkan peluang kemenangannya di Pilpres,” ia juga bisa memaksa Iran berunding dengan AS untuk mencatatkan satu nilai lagi di rapor merahnya.

Trump lupa bahwa Iran tidak peduli siapa yang akan masuk ke Gedung Putih. Bagi Iran, yang penting adalah kebijakan-kebijakan AS, yang sayangnya, seperti diungkap Javad Zarif, adalah “kebijakan yang dilandasi ujaran kebencian dan pelanggaran hukum internasional”.

Perlawanan selama 40 tahun telah menunjukkan kepada Trump, Biden, dan para presiden AS terdahulu, bahwa rakyat Iran tak akan tunduk di hadapan tekanan.

Kelak akan tiba masa yang di saat itu AS secara terhina akan terpaksa mengakui hak-hak Iran.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *