Loading

Ketik untuk mencari

Asia Barat

Merasa Didukung Barat, Rezim Al Khalifa Tutup Mata atas Nasib Mengenaskan Tahanan Bahrain di Tengah Pandemi Corona

POROS PERLAWANAN – Dilansir al-Waght, munculnya pandemi Corona telah mendorong banyak negara untuk melakukan karantina dan menutup seluruh tempat keramaian. Tujuannya adalah demi menghambat penyebaran virus dan mencegah bertambahnya korban yang terpapar.

Dalam kondisi semacam ini, para tahanan dianggap sebagai bagian dari warga yang sangat terancam oleh Corona. Alasannya, mereka berada di lingkungan penjara yang tertutup dan tak bisa menjalankan protokol social distancing seperti yang ditekankan WHO. Alasan ini mendorong Komisaris Tinggi HAM meminta agar negara-negara memberikan “cuti” kepada para tahanan.

Meski banyak negara yang telah mematuhi imbauan ini, Rezim Al Khalifa di Bahrain tetap menolaknya. Rezim Bahrain masih mengabaikan permintaan para tahanan politik dan kelompok-kelompok pembela HAM.

Hingga berita ini diturunkan, telah tercatat 1.895 kasus positif Corona dan 7 kematian di negara tersebut.

Surat Protes Lembaga Hukum dan Tokoh Politik Bahrain

Ketidakpedulian Rezim Al Khalifa terhadap standar HAM dan instruksi Komisaris HAM untuk melindungi nyawa para tahanan, telah mendorong sejumlah tokoh, organisasi, serta lembaga domestik dan internasional untuk melayangkan peringatan kepada Manama.

Beberapa waktu lalu, 67 organisasi hukum dalam statemen gabungannya meminta agar Pemerintah Bahrain mengabulkan permintaan Komisaris Tinggi HAM untuk segera membebaskan para tahanan politik.

Dalam statemen itu disebutkan, pembebasan para tahanan adalah salah satu program umum untuk melawan virus Corona. Sebab, penjara adalah salah satu tempat yang paling terancam paparan penyakit menular.

Protokol social distancing mustahil diterapkan di penjara. Selain itu, sangat sulit untuk menjalankan imbauan WHO di penjara yang penuh sesak.

Sebagaimana yang dinyatakan dalam laporan-laporan resmi, penjara-penjara Bahrain menghadapi masalah tingginya jumlah tahanan.

Organisasi-organisasi itu juga menyinggung tindakan para sipir yang tidak memberikan layanan pengobatan kepada tahanan sebagai bentuk penyiksaan atas mereka. Ini mengakibatkan turunnya pelayanan medis di penjara hingga level terbawah. Mereka menegaskan, jika kondisi ini tetap berlanjut dan ada tahanan yang terinfeksi Corona, maka bencana besar akan muncul di penjara.

Direktur Riset Timteng Amnesti Internasional, Lynn Maalouf sebelum ini pernah menyatakan,”Pemerintah Bahrain sekarang harus segera membebaskan orang-orang yang tak seharusnya dipenjara, yaitu para tahanan politik.”

Sekjen Kelompok Kesepakatan Nasional Bahrain Syekh Ali Salman, beserta para pembela HAM di Bahrain seperti Nazar al-Wadii, Nabil Rajab, dan Naji Fatil adalah bagian dari para tahanan politik di penjara Bahrain. Badan Amnesti Internasional telah berulangkali meminta agar mereka dibebaskan tanpa syarat.

Direktur Pusat HAM Bahrain di London, Ahmad al-Wadii adalah salah satu tokoh yang juga memperingatkan kondisi penjara di Bahrain. Dia mengatakan,”Jika virus Corona menyebar di penjara-penjara sesak Bahrain, akibatnya akan sangat mengenaskan.”

Pemimpin Kebangkitan Islam Bahrain, Syekh Isa Qasim dalam statemennya menyebut hal ini sebagai peringatan gamblang akan bahaya yang mengancam nyawa ribuan tahanan politik di negaranya. Ia menuntut pembebasan segera para tahanan dan menegaskan tak ada alasan untuk menolaknya.

Senada dengan Syekh Qasim, Wasekjen al-Wifaq Husain al-Dayhi, menegaskan bahwa Rezim Al Khalifa harus membebaskan para tahanan, sama seperti yang dilakukan negara-negara lain.

Para pengguna medsos juga memviralkan tagar #Athliqu_Sujanaa_al-Bahrain (Bebaskan Tahanan Bahrain) di dunia maya guna memaksa Rezim untuk mematuhi imbauan internasional.

Kondisi Mengenaskan Penjara dan Problem Para Tahanan

Ada kekhawatiran bahwa Rezim Al Khalifa akan menyalahgunakan pandemi Corona untuk meningkatkan tekanan atas tahanan politik dan pemrotes Bahrain di waktu-waktu mendatang. Juga ada kekhawatiran bahwa Rezim akan mengabaikan pelayanan medis dan menyembunyikan fakta terkait para tahanan.

Kekhawatiran ini mengemuka di saat kondisi medis dan kesehatan di penjara-penjara Bahrain memang sangat tidak ideal. Sebelum ini, ada banyak laporan terkait penyebaran penyakit menular di tengah para tahanan.

Tiadanya fasilitas kesehatan yang memadai di Penjara Jaw (yang merupakan penjara terbesar di Bahrain) dan Pusat Penahanan Nahiya al-Haudh al-Jaf telah memicu penyebaran penyakit scabies (kudis) di dua tempat tersebut pada Desember 2019 dan Januari 2020. Hampir separuh dari penghuni dua penjara ini menderita penyakit tersebut.

Sejumlah tahanan Bahrain berupaya membocorkan kondisi penjara ke media dan dunia luar. Reuters melaporkan, aktivis politik Abdullah Habib Sawwar adalah salah satu tahanan politik yang dikurung bersama 14 orang lain dalam satu sel.

“Sesaknya sel-sel para tahanan politik memicu kecemasan mereka soal penyebaran Corona. Mereka merasa takut akan hal ini,” kata Sawwar kepada Reuters.

Menurut Reuters, para tahanan di Penjara Jaw ini dikurung dalam sel berkapasitas 8 orang yang dikhususkan untuk tahanan politik.

“Seperti negara-negara Timteng lain, Bahrain juga membebaskan para tahanan yang terancam Corona. Namun para tahanan politik tidak termasuk dari 1.500 tahanan yang dibebaskan itu,” lapor Reuters.

Dengan adanya semua tuntutan dan tekanan ini, negara-negara Barat pengklaim HAM tetap menutup mata atas pelanggaran hak tahanan Bahrain.

Beberapa waktu lalu, Donald Trump menelepon Raja Bahrain dan menyanjung penanganan Manama terkait Corona, tanpa memedulikan nasib para tahanan di penjara Bahrain.

Dengan demikian, tampaknya Rezim Bahrain akan tetap menutup telinga dari suara-suara protes, selama masih mendapat dukungan politis dari Barat.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *