Loading

Ketik untuk mencari

Analisa

‘Perselisihan’ Biden-Netanyahu Tak Lebih dari Sandiwara Konyol

‘Perselisihan’ Biden-Netanyahu Tak Lebih dari Sandiwara Konyol

POROS PERLAWANAN– “Israel menolak tegas dikte-dikte terkait penyelesaian permanen masalah dengan Palestina. Israel akan terus menentang pengakuan sepihak Palestina sebagai negara.”

Ini adalah pernyataan PM Israel Benyamin Netanyahu di akun Telegramnya pada Jumat lalu, sesaat setelah perbincangan via telepon selama 40 menit dengan Presiden AS Joe Biden.

Dilansir al-Alam, Gedung Putih mengumumkan bahwa Biden kembali memperingatkan Netanyahu agar tidak melancarkan serangan ke Rafah “tanpa perencanaan matang untuk melindungi warga sipil Palestina.”

Sejumlah harian AS menilai, statemen Netanyahu ditujukan kepada AS, menyusul terbetiknya kabar dari Washington Post pada Kamis lalu bahwa Pemerintahan Biden tengah menyiapkan sebuah proyek komprehensif bersama 5 negara Arab. Proyek itu berkaitan dengan pembentukan negara Palestina untuk mewujudkan perdamaian jangka panjang antara Israel dan Palestina. Proyek ini dimulai dengan diumumkannya gencatan senjata selama 6 pekan di Gaza dan pertukaran tawanan.

Hal yang mesti dicamkan adalah bahwa sejak dimulainya agresi Rezim Zionis ke Gaza, tiap hari selalu ada kabar tentang “perselisihan antara Pemerintah AS dan Kabinet Netanyahu”, atau “memanasnya perseteruan antara anggota Kabinet Perang, yaitu Benny Gantz, Gadi Eizenkot, dan Yoav Gallant, dengan Netanyahu, yang mungkin akan berujung kepada bubarnya Kabinet Perang.” Namun setelah berlalunya 4 bulan, kita tidak melihat berkurangnya dukungan tak terbatas Washington untuk Tel Aviv dan Kabinet Netanyahu.

Kita juga tidak mendengar mundurnya salah satu anggota Kabinet Perang Israel. Sebab pada hakikatnya, mereka adalah satu tim yang berusaha mewujudkan rencana penghancuran Perlawanan dan pemindahan paksa warga Gaza.

Tak satu pun orang waras yang percaya bahwa Biden berselisih dengan Netanyahu soal genosida warga Gaza. Andai ada perselisihan, itu tidak dalam level yang melenyapkan pertemanan antara keduanya. Sebab Biden menghendaki pembebasan tawanan Zionis dan setelah itu, melanjutkan genosida. Sementara Netanyahu tidak menganggap isu tawanan Zionis sebagai kendala untuk melanjutkan genosida.

Adapun terkait “pertikaian” di tengah anggota Kabinet Perang Israel, perseteruan itu berkaitan dengan menarik simpati warga Zionis dan memanfaatkan isu genosida untuk kepentingan masing-masing.

“Perselisihan sandiwara” Biden-Netanyahu sebenarnya adalah upaya untuk menyesatkan opini publik dunia. Harian Politico mengutip dari Otoritas AS bahwa perselisihan Biden-Netanyahu “akan mencapai puncaknya lantaran kengototan Netanyahu untuk menyerang Rafah.” Menurut Politico, tim Biden meyakini bahwa “operasi militer di Rafah adalah bencana yang sebaiknya dihindari.”

Namun di saat bersamaan, Wall Street Journal menukil dari para pejabat AS dahulu atau sekarang bahwa “Pemerintahan Biden bersiap untuk mengirim bom dan logistik lain ke Israel demi menambah kekuatan militernya.”

Di saat Pemerintahan Biden bicara soal gencatan senjata di Gaza, kita melihat media-media cetak AS merinci jenis persenjataan yang akan dikirim ke Israel dalam waktu dekat bersamaan dengan ancaman serangan ke Rafah. Kiriman persenjataan AS itu meliputi bom MK-82, logistik serangan langsung gabungan KMU-572, dan sekering bom FMU-139.

Dengan demikian, sudah jelas bahwa tak ada perselisihan antara Biden dan Netanyahu. Bahkan Pemerintahan Biden secara signifikan berusaha mencitrakan Netanyahu sebagai “pemimpin Israel yang tegas menentang AS; pemimpin yang Gedung Putih tak bisa mengendalikannya atau mendiktenya.”

Ini adalah skenario yang konyol dan menggelikan. Semua sepakat bahwa Netanyahu tak lain adalah “boneka AS dan eksekutor kebijakan-kebijakan Paman Sam di Kawasan.” Genosida dan kejahatan saat ini di Gaza adalah murni proyek AS, namun dikesankan sebagai proyek Israel.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *