Loading

Ketik untuk mencari

Palestina

Rencana Liz Truss Pindahkan Kedubes Inggris dari Tel Aviv ke Yerusalem Picu Kemarahan Warga Palestina

POROS PERLAWANAN – Dilansir Press TV, warga Palestina menyatakan kemarahan atas laporan bahwa Perdana Menteri Inggris, Liz Truss sedang mempertimbangkan untuk memindahkan Kedutaan Inggris di Tel Aviv ke kota suci al-Quds dalam keputusan kontroversial yang akan mengikuti jejak mantan Presiden AS, Donald Trump.

Beberapa warga Palestina menggambarkan langkah itu sebagai “Deklarasi Balfour baru” dan mengatakan bahwa tindakan semacam itu membuktikan bias Inggris yang mendukung rezim Israel.

Deklarasi Balfour datang dalam bentuk surat dari Sekretaris Luar Negeri Inggris saat itu, Arthur Balfour, yang ditujukan kepada Lionel Walter Rothschild, seorang tokoh komunitas Yahudi Inggris. Deklarasi tersebut diterbitkan pada 2 November 1917.

Deklarasi tersebut dibuat selama Perang Dunia I (1914-1918) dan termasuk dalam ketentuan Mandat Inggris untuk Palestina setelah pembubaran Kekaisaran Ottoman.

Deklarasi Balfour secara luas dilihat sebagai pendahulu dari Nakba Palestina 1948, ketika kelompok paramiliter bersenjata Zionis, yang dilatih dan diciptakan untuk berperang berdampingan dengan Inggris dalam Perang Dunia II, secara paksa mengusir lebih dari 750.000 warga Palestina dari Tanah Air mereka.

Seorang pejabat Otoritas Palestina yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa Badan Pemerintah yang berbasis di Ramallah, yang melakukan kontrol sipil parsial atas wilayah Tepi Barat belum menerima pernyataan resmi dari Pemerintah Inggris mengenai relokasi Kedutaan.

Pejabat itu memperingatkan bahwa langkah “berbahaya” seperti itu akan berdampak negatif pada konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama beberapa dekade.

Pejabat itu menunjukkan bahwa laporan tentang relokasi Kedutaan Inggris dari Tel Aviv ke al-Quds muncul tak lama setelah Presiden Palestina, Mahmoud Abbas dan Truss bertemu di New York, di mana mereka menghadiri sesi Majelis Umum PBB ke-77.

Sekretaris Jenderal Partai Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti mengatakan bahwa Perdana Menteri Inggris itu termasuk dalam kelompok konservatif “pro-Zionis” dan dikenal karena sikapnya yang keras.

Barghouti menyatakan bahwa Truss dan teman-temannya berusaha untuk mendapatkan dukungan dari komunitas Yahudi di Inggris.

“Saya tidak terkejut karena posisi Pemerintah Inggris ini bertentangan dengan kepentingan rakyat Palestina,” kata Barghouti dalam sebuah wawancara dengan stasiun radio lokal Palestina.

“Tapi saya tidak berpikir mereka akan berhasil memindahkan Kedutaan karena tentangan sengit dari teman-teman Palestina di Inggris,” katanya.

Sementara itu, Gerakan Perlawanan Hamas dan Jihad Islam yang berbasis di Gaza mengutuk laporan tentang relokasi Kedutaan Inggris ke al-Quds.

“Pengumuman Perdana Menteri Inggris, Liz Truss tentang niatnya untuk memindahkan Kedutaan negaranya ke al-Quds adalah bias yang mencolok terhadap rezim pendudukan,” kata Jubir Hamas Abdel Latif Qanou.

Dia memperingatkan bahwa langkah itu tidak akan memberi Israel legitimasi “lebih dari satu inci tanah kami”.

Jubir Hamas lainnya, Hazem Qassem memperingatkan bahwa memindahkan Kedutaan Inggris akan dianggap sebagai kejahatan baru oleh Inggris terhadap rakyat Palestina.

Pejabat senior Jihad Islam, Mohammed Shalah juga menuduh Inggris terus menunjukkan “arogansi” terhadap Palestina.

“Kami tidak terkejut dengan apa yang dilakukan Inggris sehubungan dengan keheningan Arab dan Islam yang sedang berlangsung,” kata Shalah.

“Kami menyalahkan negara-negara Arab dan Islam yang seharusnya mendukung al-Quds.”

Pejabat Jihad Islam lainnya, Tareq Salmi memperingatkan bahwa rencana kontroversial Inggris akan memicu kemarahan orang Arab dan Muslim.

Dia mengecam langkah itu sebagai “agresi kolonial yang mengerikan” terhadap Palestina, menambahkan, “Inggris secara langsung bertanggung jawab atas tragedi rakyat Palestina.”

Trump memicu kontroversi dengan secara resmi mengakui al-Quds sebagai “Ibu Kota” Israel pada Desember 2017, sebelum memindahkan Kedutaan AS ke sana dari Tel Aviv pada Mei 2018.

Guatemala dan Paraguay kemudian mengikutinya, sebelum membalikkan keputusannya setelah hanya empat bulan.

Israel mengklaim seluruh al-Quds, tetapi masyarakat internasional memandang sektor timur kota itu sebagai wilayah pendudukan dan Palestina menganggapnya sebagai Ibu Kota negara masa depan mereka.

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *