Sembilan Malam Beruntun Israel Bombardir Gaza, Mengapa Dunia Diam?
POROS PERLAWANAN – Jalur Gaza diserang oleh pasukan rezim Israel tadi malam, untuk malam kesembilan berturut-turut, dengan banyak ketakutan bahwa hal yang sama akan berlanjut di malam-malam mendatang. Namun alih-alih menjadi headline news, hampir tidak ada media Barat yang memberitakan hal ini, bahkan PBB tidak sama sekali memberikan respons.
Pada 11 Agustus dini hari, pesawat tempur Israel memulai kampanye pengeboman di Jalur Gaza, yang mereka sebut sebagai balasan terhadap “balon teror” yang diterbangkan melewati pagar pemisah ke Israel. Setiap malam sejak saat itu, militer Israel memilih untuk membombardir Jalur Gaza.
Pada 13 Agustus, Israel menutup semua lalu lintas bahan bakar untuk memasuki daerah yang terkepung itu, serta menutup perlintasan bantuan kemanusiaan Kerem Salem. Israel juga menembakkan amunisi pada malam sebelumnya, dari helikopter, yang menghantam sekolah PBB di kamp pengungsi al-Shati.
Juga, Kamis lalu, Israel menyerang situs pertanian di Gaza Timur yang melukai seorang wanita hamil dan dua anak kecil, salah satu dari anak-anak itu baru berusia tiga tahun. Mereka harus menderita menahan sakit dari luka akibat pecahan peluru dari ledakan.
Israel telah menggunakan kapal perang, artileri, jet tempur, helikopter, tank, dan drone untuk melakukan serangan, yang semuanya dilakukan pada dini hari, yang merupakan perang psikologis terhadap dua juta penduduk Gaza.
Di sisi lain, yang disebut sebagai argumen balasan Israel, adalah bahwa pemuda Palestina telah menerbangkan balon dan layang-layang pembakar melintasi pagar pemisah ke wilayah Israel.
Kelompok anak-anak dan pemuda, yang sebagian besar tidak ada hubungannya dengan kelompok bersenjata mana pun di Gaza, membuat benda-benda buatan tangan, membakarnya dan menempelkannya ke balon, yang diterbangkan dengan angin melintasi pagar pemisah yang dibangun secara ilegal di Israel.
Hanya sedikit dari balon-balon tersebut yang membawa bahan peledak, namun media-media Barat seperti The Guardian dan outlet berita lainnya terus menyebut balon tersebut sebagai “balon bom”.
“Balon bom” ini atau yang oleh media Israel dengan menggelikan disebut sebagai “balon teror”, tidak dibuat dengan peralatan militer dan tidak ada bukti keterlibatan Hamas dalam peluncuran balon tersebut.
Balon tersebut membakar beberapa petak tanah pertanian milik pemukim Israel di sekitar Gaza, serta pohon dan rumput, dengan beberapa balon mendarat di properti milik Israel. Satu-satunya cedera yang dialami Israel dari balon-balon tersebut, adalah cedera ringan seorang tentara yang terbakar saat membantu memadamkan salah satu kobaran api.
Menurut para ahli di Perserikatan Bangsa-Bangsa, mulai tahun ini, Jalur Gaza dianggap tidak layak huni. Karena 97% air di sana tidak bisa diminum, 80+% populasi bergantung pada bantuan internasional untuk hidup, tingkat pengangguran di antara kaum muda Gaza juga masuk dalam jajaran tertinggi dunia, 70+% populasinya adalah pengungsi, 52% di antaranya yang merupakan anak-anak (di bawah usia 18 tahun), semuanya berada di area yang lebih padat penduduknya daripada Tokyo.
Sementara dunia masih berfokus pada aksi publisitas tidak penting yang disebut “normalisasi UEA-Israel” yang secara informal sudah terjadi sejak lama, padahal Israel telah membombardir Gaza selama sembilan malam, dan malam ini niscaya akan menjadi yang kesepuluh.
Komunitas Internasional tetap diam sama sekali tentang apa yang terjadi pada warga Gaza. Media juga hampir tidak bersuara, dan ketika menyinggung soal Gaza, mereka malah mengulangi pokok-pokok pembicaraan propaganda rezim Israel.
Sungguh memalukan apa yang telah dilakukan dunia terhadap Gaza, meninggalkannya pada saat yang paling dibutuhkan.
Oleh: Robert Inlakesh
Sumber: Press TV