Loading

Ketik untuk mencari

Amerika

Testimoni Pembeli Senjata dan Perangkat Militer AS: Hanya Mahal di Harga, Namun Terbukti Tak Sepenuhnya Berguna

POROS PERLAWANAN – Pasar jual-beli senjata di dunia menjanjikan laba yang sangat menggiurkan. Negara-negara utama produsen senjata terus bersaing untuk membuat senjata yang lebih canggih dan efektif. Selain kualitas senjata, hal lain yang diharapkan para pembeli dari para produsen senjata adalah layanan purna jual dan dukungan teknis.

Dilansir al-Waght, beberapa waktu lalu, mantan PM Malaysia, Mahathir Mohammad mengeluhkan jet-jet yang dibeli negaranya dari AS.

“Setelah membeli jet-jet F-16 dari AS, Malaysia menyadari bahwa Washington menjualnya tanpa memberikan kode-kode dasar dan program utuh. Dengan demikian, Malaysia tak bisa menggunakan semua potensi jet-jet itu, termasuk potensi ofensifnya,” tutur Mahathir kepada al-Jazeera.

AS memiliki beragam tujuan saat menjual senjata-senjata strategis ke negara-negara lain. Transaksi-transaksi senjata itu lebih menguntungkan Washington, alih-alih menguntungkan kedua belah pihak.

Selain harus membayar harga senjata di tahap pertama, negara-negara pembeli juga harus menyediakan biaya lain untuk mengaktifkan potensi-potensi senjata tersebut.

Sebagai contoh, Oman pada tahun 2017 lalu harus membuat transaksi baru senilai 62 juta dolar usai membeli jet F-16 AS. Transaksi baru itu untuk membeli layanan dukungan OFP (Operational Flight Program) yang telah di-upgrade, juga sistem pelacak kawan atau musuh (IFF) untuk jet-jet tersebut.

AS praktis tidak mengizinkan negara-negara Arab pembeli senjatanya, seperti Saudi dan UEA, memiliki keunggulan strategis atas Israel. Menurut Rai al-Youm, F-16 milik negara-negara Arab hanya memiliki kemampuan 30 persen dibandingkan jet serupa yang dimiliki AS dan Israel.

Kebijakan penjualan senjata AS di Asia Tenggara juga berporos pada perseteruannya dengan China. Meski di masa Najib Razak, nilai perdagangan tahunan AS-Malaysia mencapai angka 32 milyar dolar, namun nilai itu masih di bawah nilai perdagangan Malaysia-China.

Sebab itu, AS melihat Malaysia tak bisa diandalkan untuk menghambat China. Sehingga, jet-jet F-16 yang dijualnya ke Kuala Lumpur pun tidak memiliki kemampuan teknis yang utuh.

Berbeda dengan Malaysia, Taiwan lebih dianak-emaskan AS soal penjualan F-16. Sebab, Taiwan memiliki perseteruan dengan China. F-16 Viper yang dijual AS ke Taiwan dilengkapi rudal jarak pendek udara ke udara, yang sangat tangguh untuk menghadapi jet-jet Sukhoi China.

Kebijakan AS ini juga berlaku dalam penjualan tank-tanknya. Saudi, yang terpikat dengan promosi soal ketangguhan tank Abrams, membeli 442 unit tank tersebut dari AS. Tanpa sepengetahuan Saudi dan Irak selaku pembeli, tank-tank senilai 5 juta dolar itu tidak dilengkapi lapisan baja uranium oleh AS.

ISIS kerap berhasil menghancurkan tank-tank Abrams milik Irak. Ansharullah pun sanggup meluluh lantakkan tank Abrams Saudi dengan rudal Konkurs buatan dekade 70-an.

Ekspor senjata AS menunjukkan, Washington menjual senjata-senjata strategisnya demi memenuhi kepentingan diri sendiri, meraih laba besar dari industri militer, dan memperoleh informasi penting militer dari negara-negara pembeli.

Sebagai contoh, Oman pada tahun 2017 lalu harus membuat transaksi baru senilai 62 juta dolar usai membeli jet F-16 AS. Transaksi baru itu untuk membeli layanan dukungan OFP (Operational Flight Program) yang telah di-upgrade, juga sistem pelacak kawan atau musuh (IFF) untuk jet-jet tersebut.

AS praktis tidak mengizinkan negara-negara Arab pembeli senjatanya, seperti Saudi dan UEA, memiliki keunggulan strategis atas Israel. Menurut Rai al-Youm, F-16 milik negara-negara Arab hanya memiliki kemampuan 30 persen dibandingkan jet serupa yang dimiliki AS dan Israel.

Kebijakan penjualan senjata AS di Asia Tenggara juga berporos pada perseteruannya dengan China. Meski di masa Najib Razak, nilai perdagangan tahunan AS-Malaysia mencapai angka 32 milyar dolar, namun nilai itu masih di bawah nilai perdagangan Malaysia-China.

Sebab itu, AS melihat Malaysia tak bisa diandalkan untuk menghambat China. Sehingga, jet-jet F-16 yang dijualnya ke Kuala Lumpur pun tidak memiliki kemampuan teknis yang utuh.

Berbeda dengan Malaysia, Taiwan lebih dianak-emaskan AS soal penjualan F-16. Sebab, Taiwan memiliki perseteruan dengan China. F-16 Viper yang dijual AS ke Taiwan dilengkapi rudal jarak pendek udara ke udara, yang sangat tangguh untuk menghadapi jet-jet Sukhoi China.

Kebijakan AS ini juga berlaku dalam penjualan tank-tanknya. Saudi, yang terpikat dengan promosi soal ketangguhan tank Abrams, membeli 442 unit tank tersebut dari AS. Tanpa sepengetahuan Saudi dan Irak selaku pembeli, tank-tank senilai 5 juta dolar itu tidak dilengkapi lapisan baja uranium oleh AS.

ISIS kerap berhasil menghancurkan tank-tank Abrams milik Irak. Ansharullah pun sanggup meluluh lantakkan tank Abrams Saudi dengan rudal Konkurs buatan dekade 70-an.

Ekspor senjata AS menunjukkan, Washington menjual senjata-senjata strategisnya demi memenuhi kepentingan diri sendiri, meraih laba besar dari industri militer, dan memperoleh informasi penting militer dari negara-negara pembeli.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *